Pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berencana menaikkan batasan paket pengadaan untuk usaha mikro dan usaha kecil menjadi Rp15 miliar atau enam kali lipat dari nilai sebelumnya yang hanya Rp2,5 miliar. Batasan nilai Rp15 miliar ini sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Untuk Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menentukan tentang batasan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp15 miliar.

Selain itu, Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) juga diwajibkan mengalokasikan sedikitnya 40% anggaran belanja dengan memprioritaskan penggunaan produk/jasa usaha kecil dan koperasi dari hasil produksi wilayah setempat. Ketentuan ini tertuang dalam rancangan revisi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 16/18).

Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan, latar belakang perubahan tersebut diantaranya didorong untuk memberikan kemudahan, perlindungan, sekaligus pemberdayaan bagi usaha mikro, usaha kecil dan koperasi. Di sisi lain ada mandat Undang-Undang Cipta Kerja yang harus diimplementasikan dari sisi pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ).

“Di samping itu, pemerintah juga didorong untuk memperluas peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa mereka dalam katalog elektronik. Ke depan dengan ketentuan baru yang akan kita susun, maka kemudahan usaha mikro dan usaha kecil dalam PBJ mendapat porsi anggaran yang lebih besar sehingga peran mereka juga menjadi lebih besar dan dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.” Kata Roni dalam kegiatan Serap Aspirasi Perpres No. 16/18 yang berlangsung secara daring, Selasa (12/1).

Rancangan revisi Perpres No. 16/18 juga mendorong penggunaan material produksi dalam negeri termasuk dalam rancang bangun dan perekayasaan nasional. Kewajiban tersebut dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh persen).

“Namun apabila harus dilakukan pengadaan produk impor, maka harus memenuhi dua kriteria, yaitu belum dapat diproduksi di dalam negeri atau volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan. “ tegas Roni.

Serap Aspirasi Perpres No. 16/18 merupakan sarana konsultasi publik dalam rangka memberikan informasi dan juga mendapatkan tanggapan serta masukan dari masyarakat dalam revisi Perpres No. 16/18 yang sedang dirancang LKPP. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 12 dan 14 Januari 2021 melalui video conference.

Setidaknya ada 25 pasal dari 11 bab yang akan mengalami perubahan. Sebagian mengalami perubahan cukup signifikan, namun juga terdapat perubahan minor dan redaksional. Perbaikan kebijakan pengadaan diantaranya menyasar kemudahan dan pemberdayaan UMK, penyebutan merek, penggunaan produk ramah lingkungan, penambahan kriteria metode Penunjukan Langsung, penambahan Jenis Kontrak serta perubahan strategi pemenuhan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan.

Roni mengatakan bahwa konsultasi publik ini diharapkan bisa menyerap masukan yang konstruktif sehingga bisa mendapatkan rumusan pasal yang diharapkan.

“Perumusan rancangan perubahan Perpres ini akan tetap menggunakan empat pilar: regulasi akan disederhanakan untuk mempercepat dan bukan memperumit namun tetap akuntabel, lalu dari sisi kelembagaan tetap disusun, kemudian SDM fungsional pengadaan, dan juga dari market practice and procurement operation yang akan terus diperbaiki, sampai dengan transparansi dan juga integritasnya.” pungkas Roni.

Sumber:
LKPP
Kepala Biro Hukum, Sistem Informasi, dan Kepegawaian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *